Wednesday 1 June 2016

SISTEM PERDAGANGAN MENURUT ALQURAN DAN ALHADIST

ALLAH menciptakan manusia dengan suatu sifat saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak seorangpun yang dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Untuk itu Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan. Sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan irama hidup ini berjalan dengan baik dan produktif.

1. Pengertian PerdaganganSebagai makhluk sosial, manusia akan selalu memerlukan orang lain. Sebagian orang memiliki suatu barang, namun di sisi lain dia tidak memiliki barang lain yang dibutuhkan. Begitu juga dengan orang lain antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Akhirnya merekapun saling tukar menukar barang yang dibutuhkan, baik itu dengan cara barter, jual beli, maupun interaksi sosial yang lain. Begitulah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Ketika islam datang, bangsa arab telah mempunyai berbagai model transaksi mulai dari barter maupun jual beli. Rasulullah SAW menetapkan sebagai model transaksi tersebut yang tidak kontradiksi dengan syariat islam. Sebaliknya beliau melarang transaksi yang bertentangan dengan kaidah islam yang biasanya terkait dengan bantuan untuk maksiat.
Perilaku bisnis merupakan salah satu orang yang mendapat sanjungan dari islam. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah ayat : “dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah”
Perdagangan dapat didefinisikan sebagai kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya. Pada masa awal sebelum uang ditemukan, tukar menukar barang dinamakan barter yaitu menukar barang dengan barang. Pada masa modern perdagangan dilakukan dengan penukaran uang. Setiap barang dinilai dengan sejumlah uang. Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual. Dan aktivitas perdagangan ini merupakan kegiatan utama dalam sistem ekonomi yang diterjemahkan sebagai sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.
Dalam pandangan Islam, Perdangan merupakan aspek kehidupan yang dikelompokkan kedalam masalah muamalah, yakni masalah yang berkenaan dengan hubungan yang bersifat horizontal dalam kehidupan manusia. Meskipun demikian, sektor ini mendapatkan penekanan khusus dalam ekonomi Islam, karena keterkaitannya secara langsung dengan sektor riil. Sistem ekonomi Islam memang lebih mengutamakan sektor riil dibandingkan dengan sektor moneter, dan transaksi jual beli memastikan keterkaitan kedua sektor yang dimaksud.
Keutamaan sistem ekonomi yang mengutamakan sektor riil seperti ini, partumbuhan bukanlah merupakan ukuran utama dalam melihat perkembangan ekonomi yang terjadi, tetapi pada aspek pemerataan, dan ini memang lebih dimungkinkan dengan pengembangan ekonomi sektor riil.
Dalam Islam kegiatan perdagangan itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama mempunyai nilai ibadah.  Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Usaha perdagangan yang di dalamnya terkandung tujuan-tujuan yang eskatologis seperti ini dengan sendirinya mempunyai watak-watak khusus yang bersumber dari tata nilai samawi. Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak Islami.
Watak ini menjadi karakteristik dasar yang  menjadi titik utama pembeda antara kegiatan perdagangan Islam dengan perdagangan lainnya, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar prinsip kejujuran, yang didasarkan pada sistem nilai yang bersumber dari agama Islam, dan karenanya di dalamnya tidak dikenal apa yang disebut zero sum game, dalam pengertian keuntungan seseorang diperoleh atas kerugian orang lain. Dengan kejujuran dan aspek spiritual yang senantiasa melekat pada praktek-praktek pelaksanaannya, usaha perdagangan yang terjadi akan mendatangkan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Islam datang mensyariatkan jual beli untuk mempermudah perantara kebutuhan antara manusia.
Mari kita simak tentang penjelasan adab jual beli dalam kitab Fiqhul Islam karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili sbb:
a.    Tidak berlebihan dalam mengambil laba. Karena dengan demikian akan bisa menarik pelanggan.
b.    Kejujuran dalam jual beli seperti halnya yang diajarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda yang artinya “sesungguhnaya para pedagang akan dibangkitkan besok hari kiamat sebagai pedagang yang curang, kecuali orang yang takwa kepada Allah dan baik perbuatannya lagi jujur”
c.    Memudahkan dalam jual beli. Rasulullah bersabda yang artinya “Allah SWT mengasihi seorang lelaki yang mempermudah pada waktu menjual dan pada waktu membeli dan pada waktu dituntut haknya”.
d.    Menjauhi sumpah walaupun pedagang tersebut jujur. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dari sahabat Ibnu Mas’ud yang artinya ”barang siapa bersumpah atas harta seorang muslim tanpa sebenarnya, maka pada waktu bertemu Allah akan dibencinya”.
Kemudian Rasulullah membacakan sebuah ayat yang artinya:
77. Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih. (QS. Ali Imran: 77)
e. Banyak bersedekah, bahkan di dalam Fiqhul Islam disebutkan bahwa disunahkan melebihi dalam menimbang. Diriwayatkan dari imam Turmudzi pada suatu hari Rasul Allah SAW datang ke Mekkah dan ada seorang lelaki yang sedang menimbang barang. Kemudian Rasul berkata timbanglah dan lebihkanlah. Di sisi lain Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits, Artinya : “wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa datang pada saat jual beli. Maka campurilah/ hiasilah jual beli Kalian dengan shodaqoh”.
f. Harus ditulis dan disaksikan. Allah SWT telah memerintahkan kita, sebagaimana yang telah disebutkan dalam firman-Nya: Artinya “dan persaksikanlah apabila kamu jaul beli dan janganlah penulis dan saksi menyulitkan”.
Akad bai’ (jual beli) mempunyai beberapa definisi, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Romdhan Al Buthi :
Dari madzhab imam Abu Hanifah mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta secara mau sama mau.
Dari madzhab Imam Syafi’i mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta dengan memberikan syarat istidamatul milki ‘ain atau manfaat.
*

2. Ayat-ayat dan Hadits tentang Perdagangan Setiap kegiatan ummat Islam dalam kehidupan baik secara vertikal maupun horizontal, telah diatur dengan ketentuan-ketentuan agar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah.  Hal yang mendasari setiap perbuatan itu dilandaskan pada sumber-sumber hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian perdagangan dalam islam juga berdasar dari landasan hukum tersebut.
Tentang perdagangan di dalam Al-qur’an dengan jelas disebutkan bahwa perdagangan atau perniagaan merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk menghindarkan manusia dari  jalan yang bathil dalam pertukaran sesuatu yang menjadi milik di antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam Surat An-Nisa’ 29 :
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;  Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dalam melakukan perniagaan, Allah juga telah mengatur adab yang perlu dipatuhi dalam perdagangan, dimana apabila telah datang waktunya untuk beribadah, aktivitas perdangan perlu ditingalkan untuk beribadah kepada Allah, surat Al-Jumuah 11:
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah : "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.
Dan dalam ayat lain seperti di surat  An-Nur 37,  dijelaskan bagaimana orang tidak lalai dalam mengingat Allah hanya karena perniagaan dan jual beli, (yang artinya) :
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
Demikain pula tata tertib dalam perdagangan  juga telah digariskan di dalam Al qur’an, baik itu perdagangan yang bersifat tidak tunai dengan tata aturannya, maupun cara berdagang tunai, seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah 282 berikut yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah  tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridloi, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menim bulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Adab tentang perniagaan dengan jelas pula diatur, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan perdagangan sehingga melupakan kewajibannya terhadap Allah, seperti dijelaskan dalam Surat At-Taubah 24 berikut :
Katakanlah : "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan KeputusanNYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Dalam melakukan transaksi perdagangan Allah memerintahkan agar manusia melakukan dengan jujur dan Adil.  Tata tertib perniagaan ini dijelaskan Allah seperti tercantum dalam Surat Hud 84-85 :
84. Dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata : "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya aku melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." 85. Dan Syu'aib berkata : "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.
Demikian pula dalam Surat Al-An’am 152, yang mengatur tentang takaran dan timbangan dalam perniagaan :
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),  dan penuhilah janji Allah.  yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
*
Selain dalam Al-Qur’an, tentang perdagangan, terdapat hadits yang menjelakan bahwa Allah tidak akan mengajak sesorang berbicara, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih apabila menipu dalam perniagaan.  Seperti yang diri wayatkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Ada tiga orang yang nanti pada hari kiamat tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih, yaitu; orang yang mempunyai kelebihan air di gurun sahara tetapi tidak mau memberikannya kepada musafir; orang yang membuat perjanjian dengan orang lain untuk menjual barang dagangan sesudah Ashar; ia bersumpah demi Allah bahwa telah mengambil (membeli) barang itu dengan harga sekian dan orang lain tersebut  mempercayainya, padahal sebenarnya tidak demikian; orang yang berbaiat kepada pemimpin untuk kepentingan dunia. Jika sang pemimpin memberikan keuntungan duniawi kepadanya, ia penuhi janjinya, tapi bila tidak, maka ia tidak penuhi janjinya. (HR. Bukhari dan Muslim);
Dan dalam perdagangan dilarang sistem jual beli Mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabazah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa  memeriksanya).  Hal ini tepapar dalam hadits Riwayat Abu Hurairah,
Hadits riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw, melarang sistem jual beli mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabadzah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing tanpa  memeriksanya)  (HR. Bukhari dan Muslim);
Dan dalam perdagangan Islam dilarang mencegat barang dagangan sebelum tiba di Pasar, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra dan juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra,
Hadits riwayat Ibnu Umar ra. : Bahwa Rasul Allah saw. melarang mencegat barang dagangan sebelum tiba di pasar.  Demikian menurut redaksi Ibnu Numair. Sedang menurut dua perawi yang lain : Sesunggunya Nabi saw.  melarang pencegatan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud ra. : Dari Nabi saw. bahwa beliau melarang pencegatan (blokir) barang-barang dagangan. (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam perdangan Islam, dilarang apabila yang diperdagangkan secara zatnya adalah Haram, seperti Khamar.  Hal ini diriwayatkan oleh Aisyah ra.
Hadits riwayat Aisyah ra., ia berkata : ketika turun beberapa ayat terakhir surat Al-Baqarah, Rasulullah saw. keluar lalu membacakannya kepada orang-orang, kemudian beliau mengharamkan perdagangan khamar. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Barra’ bin Azib ra. : Dari Abul Minhal ia berkata : Seorang kawan berserikatku menjual perak dengan cara kredit sampai musim haji  lalu ia datang menemuiku dan memberi tahukan hal itu. Aku berkata : Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia berkata : Tetapi  aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Maka aku (Abu Minhal) mendatangi Barra’ bin Azib dan menanyakan hal itu. Ia berkata : Nabi saw. Tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda : Selama dengan serah-terima secara langsung, maka tidak apa-apa. Ada pun yang dengan cara kredit maka termasuk riba.  Temuilah Zaid bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang lebih banyak dariku.  Aku lalu menemuinya dan menanyakan hal itu. Ia menjawab seperti jawaban Barra’. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata :  Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Sumpah itu penyebab lakunya barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan laba. (HR. Bukhari dan Muslim).
”Seorang laki-laki menyampaikan kepada Rasul Allah saw bahwa dia selalu ditipu dalam perdagangan.  Rasulullah saw mengatakan padanya, ’Bila engkau masuk dalam transaksi engkau seharusnya mengatakan : Ini harus tidak ada penipuan.” (HR. Imam Nawawi);
”Rasulullah saw melarang perdagangan, pencarian milik yang hilang, dan pembacaan puisi di dalam mesjid ((HR. Imam Nawawi).
*

3. Etika Perdagangan dalam Islam
Menurut  Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, beberapa hal yang dilarang dalam perdagangan meliputi:
a  Menjual Sesuatu yang Haram, Hukumnya Haram
Sabda Rasulullah : "Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan memperdagangkan arak, bangkai, babi dan patung." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia haramkan juga harganya." (HR. Ahmad dan Abu Daud)
b  Menjual Barang yang Masih Samar, Ter-larang
Setiap aqad perdagangan ada lubang yang membawa pertentangan, apabila barang yang dijual itu tidak diketahui atau karena ada unsur penipuan yang dapat menimbulkan pertentangan antara si penjual dan pembeli atau karena salah satu ada yang menipu.
Kalau kesamaran itu tidak seberapa, dan dasarnya ialah urfiyah, maka tidaklah haram, misalnya menjual barang-barang yang berada di dalam tanah, seperti wortel, lobak, dan sebagainya; dan seperti menjual buah-buahan, misalnya mentimun, semangka dan sebagainya.
Begitulah menurut madzhab Malik, yang membolehkan menjual semua yang sangat dibutuhkan yang kiranya kesamarannya itu tidak banyak dan memberatkan di waktu terjadinya aqad.
c  Mempermainkan Harga
Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan fungsinya selaras dengan penawaran dan permintaan. Justru itu kita lihat Rasulullah s.a.w. ketika sedang naiknya harga, beliau diminta oleh orang banyak supaya menentukan harga, maka jawab Rasulullah s.a.w.: "Allah-lah yang menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan yang memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorangpun di antara kamu yang meminta saya supaya berbuat zalim baik terhadap darah maupun harta benda."
Akan tetapi jika keadaan pasar itu tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan adanya permainan harga oleh para pedagang, maka waktu itu kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan harga demi memenuhi kepentingan masyarakat dan demi menjaga dari perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan mereka itu. Begitulah menurut ketetapan prinsip hukum.
d  Penimbun Dilaknat
Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras.
Sabda Rasulullah : "Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya."
Dan sabdanya pula : "Tidak akan menimbun kecuali orang berbuat dosa." (Riwayat Muslim);
Perkataan khathiun (orang yang berbuat dosa) bukan kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh al-Qur’an untuk mensifati orang-orang yang sombong dan angkuh, seperti Fir'aun, Haaman dan konco-konconya. Al-Quran itu mengatakan yang artinya:
8. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menjadi musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haaman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. al-Qashash : 8);
Rasulullah s.a.w. menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang yang suka menimbun itu sebagai berikut :
"Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa; dan jika mendengar harga naik, merasa gembira."
Dan sabdanya pula : "Saudagar itu diberi rezeki, sedang yang menimbun dilaknat."
e  Mencampuri Kebebasan Pasar dengan Memalsu
Dapat dipersamakan dengan menimbun yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w., yaitu : seorang kota menjualkan barang milik orang dusun. Bentuknya --sebagai yang dikatakan oleh para ulama-- adalah sebagai berikut : Ada seorang yang masih asing di tempat itu membawa barang dagangan yang sangat dibutuhkan orang banyak untuk dijual menurut harga yang lazim pada waktu itu. Kemudian datanglah seorang kota (penduduk kota tersebut) dan ia berkata : Serahkanlah barangmu itu kepada saya, biarkan sementara di sini untuk saya jualkan dengan harga yang tinggi. Padahal seandainya si orang dusun itu sendiri yang menjualnya, sudah barang tentu lebih murah dan dapat memberi manfaat pada kedua daerah dan dia sendiri akan mendapat untung juga.
Bentuk semacam ini, waktu itu sudah biasa terjadi di masyarakat, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anas r.a.: "Kami dilarang orang kota menjualkan barang orang dusun, sekalipun dia itu saudara kandungnya sendiri."
Sabda Nabi saw : "Tidak boleh orang kota menjualkan untuk orang dusun; biarkanlah manusia, Allah akan memberikan rezeki kepada mereka itu masing-masing." (HR. Muslim);
f  Perkosaan dan Penipuan, Hukumnya Haram
Demi menjaga agar tidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka dilarangnya juga oleh Rasulullah apa yang dinamakan najasyun (menaikkan harga) yang menurut penafsiran Ibnu Abbas, yaitu : "Engkau bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan supaya orang lain menirunya." Cara ini banyak digunakan untuk menipu orang lain.
Kemudian agar pergaulan kita itu jauh dari sifat-sifat pemerkosaan dan pengelabuhan tentang harga, maka :
Rasulullah s.a.w. melarang mencegat barang dagangan sebelum sampai ke pasar. (HR. Muslim, Ahmad).
g  Siapa yang Menipu, Bukan dari Golongan Kami
Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam mu'amalah.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : "Dua orang yang sedang melakukan jual-beli dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus." (HR. Bukhari);
Dan beliau bersabda pula : "Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya." (HR. Hakim dan Baihaqi);
h  Banyak Sumpah
Lebih keras lagi haramnya, jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu.
Rasulullah s.a.w. bersabda : "Sumpah itu menguntungkan perdagangan, tetapi dapat menghapuskan barakah." (HR. Bukhari).

i  Mengurangi Takaran dan TimbanganSalah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Qur’an menganggap penting persoalan ini sebagai salah satu bagian dari mu'amalah, dan dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat al-An'am, yaitu :
...penuhilah janji Allah.  yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (QS. al-An'am : 152);
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. al-Isra' : 35);
1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,  2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. Pada suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?  (QS. al-Muthafifin : 1-6);
j  Membeli Barang Rampokan dan Curian sama dengan Perampas dan Pencuri
Di antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk merampok, mencuri dan melanggar hukum.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut : "Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (HR. Baihaqi);
k  Riba adalah Haram
Islam menutup pintu bagi orang yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka diharamkan riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.
“Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepa da Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari pada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi." (QS. al-Baqarah : 278-279);
l  Menjual Kredit dengan Menaikkan Harga
Apabila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagai mana yang kini biasa dilakukan oleh para pedagang yang menjual dengan kredit, maka sementara fuqaha' ada yang mengharamkannya dengan dasar, bahwa tambahan harga itu justru berhubung masalah waktu. Kalau begitu sama dengan riba.
Tetapi jamhur ulama membolehkan, karena pada asalnya boleh, dan nas yang mengharamkannya tidak ada; dan tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi demikian, maka jelas hukumnya haram. Imam Syaukani berkata : "Ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, Zaid bin Ali, al-Muayyid billah dan Jumhur berpendapat boleh berdasar umumnya dalil yang menetapkan boleh. Dan inilah yang kiranya lebih tepat."
DARI BERBAGAI SUMBER

No comments:

Post a Comment